FAJAR, ADIKKU

Nama saya Intan. Umur saya 7 tahun. Saya duduk di kelas II SD.
Saya mempunyai adik bernama Fajarwati. Ia adik perempuan saya. Ia anak kedua.

Ia lucu, suka bercanda.
Ia suka makan jagung walau masih panas karena dia tidak takut panas.
Ia suka mangga, bila diambil ia menangis.
Kalau sakit, ia tidak mau makan.
Ia masih sering ngompol. Ia masih menyusu.

Ia suka menangis bila ditinggal Mama kerja mencuci di rumah orang.
Kalau sudah ngambek, bila digendong dia pasti menangis.
Ia suka berantem dengan Gio. Ia juga suka berantem dengan saya.
Ia cerewet sekali. Kalau ditemani, ia tidak mau tidur.
Saya sayang Fajarwati.

November 2009.

Aku temukan puisi yang ditulis Intan, gadis cilik dari Komunitas Anak Cakung. Puisi yang ditulis akhir tahun lalu. Dokumentasi yang disimpan Kak Debby membantuku mengenal komunitas ini lebih dekat lagi. Kebetulan siang itu – saat diadakan berbagai lomba dan pembagian raport di Cakung, aku berhasil duduk dekat-dekat dengan Intan.

Ia baru saja menyelesaikan pembuatan pigura. Tangannya baru saja usai menyusun biji-biji merah saga untuk penghias framenya. Dia masukkan gambar artis di dalam pigura tersebut. Semyum menghias bibirnya. Pigura itu ia kumpulkan di sudut tempat belajar, berjejer dengan beberapa frame lainnya.

“Nanti akhir bulan aku mau pentas,” ujarnya tanpa aku tanya. Ia sudah lebih nyaman berbincang dengan aku, setelah beberapa kali aku mengunjungi rumahnya. “Nari Jali-jali,” tambahnya. Hampir seminggu penuh belakangan ini ia sibuk berlatih. Pentas tersebut akan diadakan di halamam sekolahnya, menyambut liburan panjang kenaikan kelas.

Oh ya, selain di sekolah, Komunitas Anak Cakung juga membagikan raport hasil belajar. “Tidak hanya prestasi akedemik. Lebih penting menekankan pada pembelajaran kepribadian anak, kehadiran dan tanggung jawab,” ujar Kak Debby. Sempat tadi aku lirik nilai Intan yang dikerjakan Kak Rikka. Dia dapat total nilai 74. Sementara hasil di sekolah negerinya ia mendapat nilai 9,2 untuk Bahasa Indonesia, 8 untuk matematika, IPS dengan nilai 8, tujuh untuk PLBJ dan PLKJ, nilai 8 lagi untuk PKN, IPA dan Agama. Nilai Bahasa Inggris ia lupa sebutkan. ”Yang susah ngapalin Bahasa Arab dan nulis Arab, ujarnya.

”Kalau aku tidak bisa perkalian,” ujar Dirno menimpali. ”Tapi nulis Arab juga susah,” tambahnya.

***
”Ayo sudah kumpulkan semuanya. Rapikan meja. Anak yang kecil dulu yang cuci tangan,” ujar Kak Uju. Anak-anak pun merangsek ke ember pink di ujung sanggar belajar itu. Tak berebut. Beberapa menanyakan lap untuk mengeringkan tangan yang lupa disiapkan pendamping.

Orang-orang tua sibuk menyodorkan piring dan sendok untuk anaknya. Lainnya sudah menumpuk piring dan sendok di bale-bale untuk meletakkan dua panci besar bubur Manado. Sambal teri menggoda dengan warna merahnya.

Masing-masing dibagikan 1,5 – 2 centong dengan satu sendok sambal teri. ”Benar nih doyan pedas,” tanya Kak Mala pada Lina dan Lini, si kembar berambut merah.

Suasana makan yang menyenangkan. Ramai tapi tidak berebut. Beberapa minta tambah. Seorang anak akan membuang makanan yang tak dihabiskannya. Masih ada beberapa potong ubi kuning dan sayuran campuran bubur Manado. ”Tadi sudah dibilang ambil secukupnya. Tidak boleh ada yang buang makanan. Kalau tidak habis besok lagi tidak akan dibagi,” ujar Kak Debby yang juga dipanggil Oma di Komunitas Anak Cakung.

”Ini makan pertamaku,” ujar Intan. Ia memang hanya makan satu kali sehari. Mamanya tadi sempat keluhkan kebiasaan makan putri ciliknya ini. Badan Intan tinggi langsing. Kalau sudah makan pagi, siang ia jajan di sekolah dan malam ngemil jajanan lagi. Kalau pagi tidak makan, siang ia jajan di sekolah dan sorenya baru makan.

”Susah benar makannya dari kecil. Tapi untunglah sehat sekarang, waktu kecil juga sakit-sakitan seperti Fajar,” ujar Mama Erni, mamanya Intan. Sementara Fajarwati adiknya, lebih suka makan ubi dibandingkan nasi. ”Anaknya bosenan,” tambah Erni.

Usai makan adalah saat yang ditunggu-tunggu: pembagian raport dan hadiah. Kakak-kakak pendamping sudah siapkan banyak hadiah yang dibungkus kertas koran. ”Setiap anak yang rajin akan dapat hadiah, begitu juga yang rajin nabung,” ujar Kak Rika. Firman, lelaki kecil berusia lima tahun disebut namanya karena paling rajin nabung. Tidak peduli berapa pun jumlahnya, tetapi ia tiap hari selalu nabung.

Lina Lini dapat dua bungkus kado untuk kehadirannya yang dianggap paling rajin. Dua hadiah istimewa diberikan untuk Mayang dan Ari untuk tanaman sawi mereka yang tumbuh subur. Biji sawi tersebut disemai dalam botol bekas infus yang dilubangi. ” Ini dalam rangka Hari Bumi anak-anak diajari menanam dan memelihara tanamannya,” ujar Kak Uwi.


Sebagian besar anak mendapatkan hadiah untuk berbagai kategori. Beberapa diantaranya justru mendapatkan dua tiga hadiah sekaligus. ”Yang pasti setiap anak mendapatkan pensil atau barang-barang kecil lainnya yang sama. Kami mengajarkan agar mereka peduli dengan barang milik sendiri dan tidak mengambil barang milik temannya,” ujar Kak Debby. Ia prihatin, anak-anak seringkali mengambil barang-barang kecil seperti pensil dan penghapus milik temannya. ”Kepedulian ini harus ditanamkan. Mengajarkan mereka menghargai milik sendiri dan orang lain,” pungkas Kak Debby.

No Response to "FAJAR, ADIKKU"

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes